Senin, 08 November 2010

_BENCANA ALAM MERAPI_

Merapi Semburkan Awan Panas
Yogyakarta – Pasca erupsi besar yang terjadi sejak 3 hari terakhir ini, kondisi kawah Merapi semakin lebar dan membuka ke arah selatan. Oleh karena ini, luncuran awan panas semakin panjang dan jauh sehingga banyak memakan korban warga yang tinggal lereng selatan Merapi.
“Semakin membuka dan mengarah ke selatan, hal inilah yang menyebabkan mengapa wilayah selatan dan tenggara lebih banyak memakan korban,” ungkap Kepala BPPTK Subandriyo di kantornya, Jl Cendana No 15 Yogyakarta, Sabtu (6/11/2010).
Dia mengatakan beberapa terakhir ini setelah letusan besar Merapi tidak bisa diamati secara visual. Namun dalam pengamatan harini, kawah Merapi yang berada di puncak tampak semakin membuka dan mengarah ke selatan.
“Aktivitas masih tinggi, masih terdengar suara gemuruh dan guguran awan panas. Asap membubung tinggi hingga 2 km,” ujar Subandriyo.
Menurut Subandriyo, sebanyak tiga alat yang di pasang oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BBPTK) rusak terkena awan panas. Namun, BPPTK akan memasang kembali alat pemantau tersebut di tempat yang lebih aman.
Ketiga alat yang rusak itu terpasang di bukit Klatakan, Pusunglondon Kabupaten Magelang dan Deles Sidorejo, Klaten. Sedangkan satu alat yang masih berfungsi terpasang di bukit Plawangan dekat Kaliurang Sleman.
“Mengenai penambahan pemasangan alat pemantau, hari ini temen-temen di lapangan sedang mencari lokasi yang pas untuk pemasangan alat tersebut,” tuturnya.
Menurut dia, rencananya alat pemantau itu akan dipasang di empat stasiun, antaranya di Jrakah, Selo, Boyolali dan Keteb, Sawangan, Magelang. Sedangkan dua alat lainnya masih dicari lokasi yang cocok.
“Salah satu dari pemasangan alat itu, kita usahakan akan selesai hari ini,” ucapnya.
Untuk pemasangan alat pemantau lanjut dia, harus memenuhi standar untuk monitoring gunung api. Pertama, standar yang harus dipenuhi diantaranya harus memiliki alat pemantau seismograf minimal 4 buah.
Kedua, alat pemantau untuk melihat deformasi di puncak, yaitu pengamatan visual baik itu dari GPS (Global Positioning System) maupun EDM (Electronic Distance Measurement). Ketiga, pemantau geokimia, yaitu pengamatan untuk memantau gas-gas yang dikeluarkan saat erupsi.
(nvc/nvc)
Jumat, 05/11/2010 22:12 WIB
Dr Eko Teguh: Kandungan Gas Penyebab Tipe Letusan Merapi Berubah
Nurvita Indarini – detikNews

Jakarta – Gunung Merapi memiliki kecenderungan membentuk kubah lava setelah bererupsi. Hal itu
bisa dilihat dari letusan Merapi apda 2006 yang meninggalkan kubah lava baru. Namun
pada letusan 2010 ini, terlihat perubahan tipe letusan.
Vulkanolog Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Dr Eko Teguh
Sampurno, menjelaskan, kandungan gas dalam magma Merapi yang banyak membuat tipe letusannya menjadi berubah.
Berikut ini wawancara detikcom dengan penulis desertasi Karakter Lahar Gunung Api
Merapi sebagai Respons Perbedaan Jenis Erupsi Sejak Holosen ini, Jumat (5/11/2010).
Letusan Merapi kali ini bertipe vulkanian karena letusan berikutnya jauh lebih dahsyat?
Memang ada perubahan tipe letusan. Karena ada energi yang cukup maka bisa membersihkan kubah lava. Tidak hanya menyusupkan magma, tapi melontarkan. Ini karena energinya yang terakumulasi. Perubahan tipenya karena dinamika magma yang mengandung semakin banyak gas.
Tipe letusan Merapi memang dalam sejarahnya ada perubahan mengalirkan lava, membentuk kubah, erupsi letusan. Dan memang ada siklusnya. Jadi sekian tahun kubah, sekian tahun eksplosif, sekian tahun berubah lagi. Ini siklus gunung strato (tinggi dan mengerucut yang terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras).
Pada suatu gunung ada siklus pertumbuhan gunung api. Ada periode yang erupsinya banyak lava mengalir, bentuk kubah, dan sebagainya. Sifatnya bisa saja berubah-ubah, namun  tidak berarti sangat cepat. Tipe strato, seperti kebanyakan gunung di Indonesia memang begitu.
Mengapa letusannya kali ini eksplosif vertikal?
Ini karena kekentalan lava dan energi yang terkandung. Tekanan gas yang sangat kuat membuat semburannya vertikal, semua ke atas. Seperti botol yang punya satu lubang ke atas. Tapi saya lihat ini ada bukaan di selatan. Jadi selain vertikal ada hembusan yang ke selatan.
Kegempaan yang terjadi, seperti tremor dan gempa vulkanik di sekitar Merapi merupakan tanda ada energi dari magma yang akan menuju kawah di puncaknya.
Tipe letusan gunung mengikuti sejarahnya. Adakah sejarah letusan Merapi yang katastrofik?
Memang pernah terjadi letusan besar, hanya saja bukan dalam sejarah modern. Letusan katrastofik itu artinya menghancurkan tubuhnya, seperti Gunung Krakatau. Nah, Merapi ini tidak pernah menghancurkan tubuhnya sendiri.
Yang pernah terjadi adalah erupsi sampai sebagian tubuhnya sliding, geser atau longsor. Merapi itu ada Merapi tua (60.000-8000 tahun lalu), pertengahan (8.000-2.000 tahun lalu) dan baru (2.000 tahun lalu-sekarang). Merapi yang kita kenal sekarang ini adalah Merapi baru.
Berdasar level Volcanic Explosivity Index (VEI), apakah letusan Merapi kali ini termasuk katastrofik?
Kalau materialnya jumlahnya 60 juta meter kubik. Artinya itu 0,06-0,1 km kubik, dan indeks erupsi level 4. Skala itu belum katastrofik. Kalau sudah mencapai level 6 atau 7 itu baru katastrofik. Merapi ini biasanya di VEI 2 atau 3. Saat ini sudah yang termasuk tingginya versi Merapi.
Gunung yang pernah VEI level 6 itu adalah Krakatau yang meletus pada 1883 dengan mengeluarkan 18 km kubik magma. Sedangkan yang VEI 7 adalah letusan Tambora pada 1815.
Gunung yang sering meletus akan memiliki skala VEI rendah dan sebaliknya gunung yang jarang meletus memiliki skala VEI tinggi.
Letusan besar kali ini karena bagian dari siklus letusan besar Merapi?
Sebenarnya Merapi itu memang cukup sering meletus. Saya rasa ini siklus 100 tahunan yang menyimpang atau lebih cepat 20 tahun. Karena pada tahun 1930 ada letusan Merapi yang besar.
Ada akumulasi gas di tubuh Merapi sehingga volume magma menjadi lebih besar. Karena itu energinya juga banyak.
Keasaman magma berbanding lurus dengan kekentalannya. Semakin asam magma, maka semakin kuat kemampuannya menahan gas. Semakin dalam waduk magma maka semakin besar erupsinya. Merapi ini masih untung karena kantong magmanya tidak terlalu dalam, kedalamannya sekitar 2,5 km dari puncak.
Badan Geologi Kementerian ESDM menyatakan material yang dikeluarkan Merapi mencapai hampir 100 juta meter kubik. Ini ancaman lahar dingin?
Material didistribusikan relatif merata. Kalau ada hujan, maka akan menjadi material lahar. Akan mengalir ke semua kali yang berhulu di Merapi, dan kalau banyak akan mengalir juga hingga Kali Code di Yogyakarta. Yang jelas, di mana ada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terisi hasil erupsi maka akan ada lahar. Endapan lahar akan memenuhi sungai.
(vit/asy)

Baca Juga :

Sabtu, 06/11/2010 12:39 WIB
Volume Letusan Merapi Masih Jauh dari Letusan Krakatau video foto
Okdwitya Karina Sari – detikNews

Jakarta – Gunung Merapi diperkirakan belum akan meletus sebesar Gunung Krakatau pada 1883. Karena volume material yang dimuntahkan Merapi masih sangat kecil.
Muntahan material Merapi saat ini hanya 100 juta meter kubik. Sedangkan Krakatau 100 kali lipat dari Merapi.
“Merapi masih jauh seperti Krakatau. Karena volume letusan masih kecil dibanding letusan Krakatau tahun 1883,” ujar Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Sukhyar, di Yogyakarta, Sabtu (6/11/2010).
Menurut Sukhyar, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya diminta untuk tidak terlalu khawatir terhadap letusan Merapi. “Dampak letusan Merapi nggak akan meluas,” kata dia.
Namun Sukhyar belum bisa memastikan kapan aktivitas Merapi akan normal kembali. Karena gerak aktivitas Merapi masih fluktuatif.
Gunung Krakatau meletus pada 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat, awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa.
Suara letusan Krakatau terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut. (nik/mad)
Sabtu, 06/11/2010 12:47 WIB
Merapi Masih Terus ‘Muntahkan’ Awan Panas foto
Gagah Wijoseno – detikNews

Jakarta – Gunung Merapi masih belum berhenti memuntahkan awan panas atau wedhus gembel. Hingga siang ini, semburan awan panas secara vertikal masih tampak dari puncak Merapi.
Demikian seperti disampaikan oleh petugas SAR Merapi yang bisa dipantau melalui saluran Handy Talky (HT), Sabtu (6/11/2010), sekitar pukul 12.30 WIB.
Petugas SAR tersebut, mengumumkan jika awan panas terus-terusan keluar dari puncak Merapi sejak pukul 12.00 WIB. Arahnya cenderung vertikal.
Saat ini, situasi di puncak Merapi sendiri masih berkabut, sehingga hanya bisa terpantau semburan awan panas saja.
Sementara itu, petugas SAR juga melaporkan jika arah angin dari puncak Merapi cenderung menuju ke barat daya. Sedangkan arah angin di kaki gunung cenderung menuju ke tenggara.
Namun, hingga kini awan panas masih menggantung sekitar 500 meter dari puncak dan belum tertiup angin.
Selain itu, dilaporkan juga adanya petugas SAR yang tidak bisa merapat ke Kali Gendol untuk mengevakuasi korban yang ada di sana. Hal ini dikarenakan larva yang masih panas.
Diketahui sebelumnya, Gunung Merapi terus menerus mengeluarkan awan panas. Puncaknya, pada sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, Jumat (5/11), Gunung Merapi mengeluarkan awan panas yang terdahsyat dalam 100 tahun terakhir. Akibatnya, Merapi kembali memakan korban. Data terbaru menyebutkan, sekitar 81 orang tewas tersengat awan panas Merapi.
(nvc/mad)
Sabtu, 06/11/2010 07:00 WIB
Letusan Merapi Dahulu dan Kini
Anwar Khumaini – detikNews

Jakarta – Letusan Gunung Merapi yang terjadi pada Jumat (5/11/2010) dini hari kemarin sangat dahsyat. Bahkan, letusan yang menewaskan 69 orang tersebut adalah yang paling dahsyat dalam 100 tahun terakhir. Bagaimana letusan Gunung Merapi tahun ini dibanding tahun-tahun sebelumnya?
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Dr Sukhyar, letusan Merapi yang berentetan sejak Rabu 3 November merupakan letusan terbesar selama 100 tahun terakhir. Letusan ini juga masuk kategori terbesar selama 30 tahun setelah Gunung Galunggung bererupsi.
“Merapi selama 100 tahun belum pernah ada letusan seperti ini. Ini merupakan letusan besar dalam kurun waktu 30 tahun. Terakhir letusan terbesar kedua setelah Galunggung pada tahun 1982,” kata Dr Sukhyar di Yogyakarta, Jumat (5/11/2010) kemarin.
Dibanding pada 2006 lalu, letusan Gunung Merapi kali ini memang jauh lebih besar. Jika letusan Merapi 2006 lalu hanya membutuhkan waktu 7 menit untuk erupsi, letusan tahun ini hingga erupsi berkali-kali dengan waktu yang tak terhitung. Bahkan letusan Merapi tahun ini merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 140 tahun terakhir.
“Kalau letusan besar sebelumnya tahun 1870, berarti kali ini yang terbesar setelah 140 tahun,” ujar Sukhyar.
Karakteristik Merapi yang selama ini dikenal masyarakat adalah  biasanya membentukan kubah lava setelah erupsi. Ketika kubah lava itu gugur akibat erupsi, selanjutnya maka terjadilah awan panas.
“Kita hampir melupakan kalau Gunung Merapi itu pernah eksplosif sekali. Dan sekarang ini letusannya eksplosif vertikal. Dengan ketinggian awan panasnya mencapai 7,5 km,” jelas Sukhyar.
Luncuran awan panas Merapi kali ini pun jauh lebih panjang dari sebelumnya. Daerah bahaya diperluas dari 10 km diperpanjang menjadi 15 km hingga akhirnya diperpanjang lagi menjadi 20 km.
Hingga saat ini, total korban tewas lebih dari 100 orang, termasuk kuncen Gunung Merapi, Mbah Maridjan. Mbah Maridjan tewas saat Merapi mengeluarkan Erupsi pada 26 Oktober lalu.
Lebih dari 40 ribu pengungsi saat ini tersebar di beberapa kabupaten di Yogyakarta dan Jawa Tengah seperti Kabupaten Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang.
Bahkan, untuk memantau langsung kondisi Merapi, Presiden SBY mulai hari ini ngantor di Yogyakarta sampai batas waktu yang belum ditentukan. SBY juga telah menetapkan bahwa bencana Letusan Merapi ini ditangani langsung oleh BNPB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar